Setengah Dua Belas Malam

                Kemarin, aku dan dia duduk berhadapan.
       
                Senja. Kopi. Atap. Kata. Serta tatap

                Mesra. Kusebut itu mesra.

                Satu.

               Dia yang menyebut dirinya seniman itu, kemarin. Pukul lima sore. Untuk pertama kalinya, mengenalkanku pada lukisan. Asing sekali rasanya, bagiku yang hanya mengerti soal kata dan embel-embelnya. Aku ingat dengan lukisan tiga dimensi bergambar tangga. Aku juga ingat bagaimana meja dan kayu di tata di Galeri Seni jalan Semeru no. 14 itu. Kalau tidak salah ada empat pasang. Ada seorang pria dan wanita berjilbab berbincang di depan lukisan besar pohon kelapa, "Jangan sentuh!" dia bilang lukisan itu tidak pernah untuk disentuh. Aku mengangguk pelan. Mengikuti maunya. Mengenalnya. 
               Di lantai dua, kami memesan kopi. Apalagi ya yang kuinngat?
               Oh iya, caranya memuji langit. Senja kemarin, cantik sekali memang. Berkali-kali dia membahasnya. Tempat ini juga indah. Cukup bodoh, untukku melewatkannya dalam beberapa tahun terakhir.
              Dua.
              Apalagi ya yang kuinngat? Pembicaraan kita hanya hal biasa. Sederhananya, aku tidak ingat. 93. Teknik. Kalau pulang naik roket. Seorang pria dengan poni. Cara berpakaiannya tak biasa. Selama bersamaku, dia menghabiskan kurang lebih dua batang. Untuk pertama kalinya, aku tidak tergannggu dengan itu. Malah ketika mulai gelap, ingin kuisap sebatang juga. Tapi aku merasa cukup dengan secangkir kopiku. Kumainkan riaknya. Aku mulai terbiasa dengan rasanya belakangan ini. Pahit.
             Bosan. Dia menatap jalanan, bercerita, sesekali meneriaki bapak-bapak yang lewat. Tiga.

             Dua jam kemudian, aku beralasan dan pulang.

            Alasannya

            Aku tidak tahan.
            Selama itu, yang kulihat dirimu.
            Satu. Untuk detik pertama melihatnya, yang kulihat sosokmu.
            Dua. Untuk dua menit setelahnya, yang kudengar cara bicaramu.
            Tiga. Untuk apapun yang berbeda didirinya mengingatkanku padamu.


           Yang kuharap menghabiskan sore bersamaku, kemarin
           Adalah kamu.



           Malam kemarin jam setengah dua belas malam, aku berbaring, kelelahan, dan tidak merasakan apapun.
           Malam kemarin jam setengah dua belas malam, padaku, lelap tak lagi menurut.
           Malam kemarin jam setengah dua belas malam, kepadamu, aku berbisik
           "Raka. Malam ini ingin kuubah kata 'sulit' menjadi frasa 'sangat sulit'."

0 komentar:

Posting Komentar

Pages

Páginas vistas en total

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

About Me

Followers