Dia Tidak Bisa Makan Makanan Pedas
Hari ini aku kembali terlibat bersama Raka. Hari ini aku
bersama teman sekelas berencana untuk pergi berfoto untuk Yearly book kami. Dan
beruntungnya, aku kedapatan semobil dengan Raka. Aduh, apa yang harus kukatakan
saat bersamanya.
Dia menyetir,
aku diduduk di tengah bersilangan dengan kursi Raka. Baguslah, aku bisa
melihatnya dg cukup jelas dari sini. Perjalanannya berlangsung menyenangkan,
karena mendapat sedikit miss-communication aku membuatnya tersesat, sehingga
dia harus memutar. Maaf (´̯ ̮`̯ƪ)
Sesampai disana
pemandanganku disibukkan oleh Adit aku memang sedang dekat dengannya hingga
sedikit melupakan Raka. Mataku berkeliling, aku tidak melihatnya
dimanapun. Mungkin dia sedang berjalan-jalan berdua dg kameranya. Seperti
biasa.
Sesi foto
berakhir, foto yang diinginkan sudah didapat. Beberapa teman sudah pergi, aku
dan beberapa orang masih disana menunggu Raka (´̯ ̮`̯ƪ). Saat sibuk memperhatikannya dia tiba-tidak mengarahkan lensa
kameranya kearah dimana kami. Kami berlimapun dipotretnya. Krik krik krik krik,
sudah banyak foto tapi dia terus memotret.
Raka berjalan
kearah kami, eh tunggu dia menghampiriku sambil terus memeriksa hasil
jepretannya.
“Ini lihatlah” katanya sambil
menyodorkan kameranya padaku
“Bagus tidak?” Tambahnya.
Mengetahui hasilnya yang ternyata dia memotretku seorang. Hanya
aku seorang. Aku bengong dan tidak bisa berkata-kata.
“Wah itu sih sudah jelas bagus” kata Sandra yang
ternyata mengintip. Raka pun tersenyum puas. Aku belum bisa mengembalikan
kata-kata yang tiba-tiba melayang diudara hanya bisa tersenyum kecil. Astaga,
dia memotretku!
Saat pulang dia
kembali menyetir, aku berpamitan pada Adit terlebih dahulu. Dia tidak
pulang bersamaku. Aku hanya berlima di mobil Raka. Tiba-tiba hujan turun
dengan derasnya. Karena memikirkan kondisi Raka yang minus, kami
memutuskan untuk berhenti sebentar di rumah teman terdekat.
Di rumah Sandra kami disambut dengan ramah. Kue-kue kecil langsung dihidangkan, bahkan
kami diminta untuk makan malam dirumahnya. Wah kebetulan sekali, kamipun tidak
menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
Karena jumlah kami yang banyak, kursi di tempat Sandra, yang tidak begitu lebar mengharuskan kami sedikit berdesakkan. Raka duduk dipinggir, tepat di sampingku. Astaga! Bagaimana ini, aku harus menyembunyikan pipiku yang memerah tidak wajar saat didekatnya.
Karena jumlah kami yang banyak, kursi di tempat Sandra, yang tidak begitu lebar mengharuskan kami sedikit berdesakkan. Raka duduk dipinggir, tepat di sampingku. Astaga! Bagaimana ini, aku harus menyembunyikan pipiku yang memerah tidak wajar saat didekatnya.
Untung saja
tingkah bodohnya membuat salah tingkahku tertutupi. Baguslah! Kelakuannya yang
bodoh, membuatku tidak berhenti tertawa. Bayangkan saja dia menyembunyikan
banyak makanan kecil di dalam tasku. Astaga, aku malu sekali. Dia bodoh!
Saat makan
malam tiba, keluarga Sandra ternyata membuat masakan pedas. Dan hari itu tau,
bahwa dia tidak bisa makanan pedas. Senangnya bisa mengetahui hal itu. Akhirnya
ibu Sandra membawakannya masakan yang lain.
Hari itu berlangsung cepat,
dengan banyak hal menyenangkan tentang Raka. December 21st selamanya tidak
akan kulupakan.
05.26 | | 0 Comments
Jika Saja Aku Tahu Mencintaimu Akan Semelelahkan Ini
. . .
Aku benar-benar
berusaha, lihatlah!
Aku berusaha mengertimu,
Mengerti hatimu,
Kehidupanmu,
Bahkan arti ‘dia ‘
dihatimu
Aku juga berusaha
menyamankanmu
Dengan setiap
kehadiranku
Berusaha bersabar dalam
setiap penantianku,
Akanmu
Berusaha mendewasakan
diri dalam setiap pengabaianmu
Saat kamu tak punya
waktu
Bahkan hanya untuk
mengingatku
Berusaha apalagi yang
harusa ku lakukan
Penantian macam apalagi
yang harus kutunggu,
Kunantikan?
Hanya untuk bias
bersamamu
Mencintaimu dengan cara
ternyaman yang kumiliki
“Ignore the world, just
us”
Untuk impian semacam
itukah aku berjuang,
Berusaha terlalu keras
Bodoh!
“Jika saja aku tahu
mencintaimu akan semelelahkan ini,
Aku akan memilih untuk
tidak mencintaimu
saat pertama kamu
memegang tanganku”
05.23 | | 0 Comments
Tentang Dia, Seseorang Yang Asing
Malam sudah cukup larut untuk kuhabiskan dengan Andreas, dia juga pasti sangat lelah karena pekerjaannya. Malam juga terlalu tua untuk kuhabiskan di Coffeelicious. Dan sialnya aku masih tidak bisa menutup mata. Aku tidak percaya, ini terjadi setiap malam. Aku
menyingkapkan selimut, dan memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar. Hanya
sampai aku mengantuk.
Aku menemukan diriku di tepi pantai Kuta lagi, seperti biasa, tempat ini. Hampir setiap malam aku mendatanginya karena satu alasan : insomnia.
Aku menemukan diriku di tepi pantai Kuta lagi, seperti biasa, tempat ini. Hampir setiap malam aku mendatanginya karena satu alasan : insomnia.
Aku selalu
menyukai pantai disaat seperti ini. Debur ombak yang bertabrakan, angin di saat
malam, dan orang-orang. Orang-orang yang bahkan tak mengenalku, atau menganggapku
ada. Aku suka hal ini. Membuatku tidak merasa kesepian walaupun sendirian.
Aku terduduk
di pasir, memeluk lutut dengan kedua tanganku, lalu menenggelamkan wajahku
diantaranya. Tanpa kusadari aku... Tertidur.
“Keberatan jika aku duduk disini?”
sebuah suara membangunkanku. Aku mendongak kearahnya, karena tak dapat melihat
wajahnya dengan jelas aku kembali menenggelamkan wajahku.
“Aku anggap itu, jawaban iya” tambahnya
Aku tidak
bergeming, malas menanggapinya.
“Aku suka sekali pantai disaat seperti ini, membuatku tenang”
Aku masih tidak
menggubris perkataannya.
“Aku sedang berlibur, aku menginap di Hotel World dekat sini,
karena tidak ingin menyia-nyiakan cutiku aku datang kesini selarut ini”
Dia terus saja
bicara.
Hingga akhirnya
aku muak dengan pengabaianku dan memperhatikan yang dibicarakannya.
Pekerjaannya sepertinya menyenangkan. Membuatnya bertemu banyak orang.
Berbicara. Berdebat. Membuat kesepakatan. Tapi dia muak dengan rutinitas.
Pekerjaanya sekarang bukanlah pilihannya. Tapi dunia yang membawanya. Begitu
katanya.
Semakin dia
bercerita wajahnya semakin jelas diingatanku, garis matanya tegas, sedikit
tirus mungkin perkerjaannya yang menyebabkan kehilangan beberapa jam waktu
tidurnya. Warna rambutnya tidak jelas dalam keremangan ini. Kedua alisnya
terlihat sepadan dengan bentuk matanya yang besar. Wajahnya menunjukkan sesuatu
yang sudah lama ini tidak kukenal. Entah apa.
Dia suka
berkeliling, berkunjung dari satu tempat ke tempat lain. Ini kali keduanya
berkunjung ke Bali, dan dia jatuh cinta dengan tempat ini. Dia selalu
menanyakan kenapa pekerjaannya menuntutnya untuk memakai setelan mahal. Dia
juga benci dengan bibinya, yang selalu mengatur apa yang harus dilakukannya,
termasuk masalah warna dasi. Dia suka makaroni panggang yang dimasak agak lama
sampai tepinya mengering. dia menyukai hari jum'at. Dan.. Tunggu dulu,
berbicara dengannya membuatku merasa telah mengenalnya sangat lama.
Akupun mulai
bercerita tentang diriku. Bahwa aku hanyalah wanita kaku, yang benci akan kesunyian. Bahwa aku sering
tidak bisa tidur saat malam. Bahwa Bali mengajarkanku banyak hal tentang
keindahan, pengabaian, kenangan, dilupakan dan melupakan.
Aku juga
bercerita tentang pekerjaanku yang tidak menuntutku banyak hal, tidak
menjejaliku dengan kebosanan, cukup dengan hanya bermain dengan
khayalan-khayalanku. Membuat orang dapat mengerti tentang khayalanku.
* * *
“Jadi ceritakan padaku kenapa memilih menulis?”
Aku mengubah
pandangan kearahnya, memasang ekspresi “Haruskah kau
menanyakannya?”
“Memang harus ada alasan?” Aku mulai berkomentar
“Tentu saja”
Aku mengernyitkan
dahi masih dengan ekspresi tidak percaya.
“Kau tahu, seseorang memilih hal seperti ini selalu disertai
alasan. Yaa hal-hal biasa seperti untuk berbagi perasaan, orang tua, atau
mungkin karena seseorang misalnya” dia terus saja bicara, lelaki
ini.
“Atau mung...”
“Dengan menulis membuatku merasa hidup.”
Dia tidak
bergeming entah tidak mengerti maksudku atau mungkin sedang memilah-milah hal
apa lagi yang akan dia katakan.
“Hidup dalam cerita-cerita dipikiranku, cerita-cerita yang kadang
walaupun diharapkan tidak akan terjadi” aku melanjutkan.
Hening. Cukup lama. Kenapa dia? Pikirku
“Hidupmu tidak bahagia ya?” Celetuknya lugu.
Membuatku canggung, dan kehilangan kata-kata.
“Hidupku cukup bahagia” katanya melanjutkan.
“Hidupku memang tidak bahagia.” Jawabku kaku
“Mungkin dunia tidak mengijinkannya”
aku melanjutkan sebelum dia berkomentar.
“Haha kau ini lucu ya?”
“...”
“Menurutku itu alasan yang lucu” dia berbalik kearahku,
memandangku langsung kemataku.
Deg.
Deg.
“Bukan dunia yang tidak membiarkanmu bahagia, tapi kau yang
melakukannya”
Aku masih
membisu. Lelaki ini, dia... Percaya diri sekali. Pikirku
“Berhentilah memagari diri ... ”
Masih
memandangku, dia mendekat. Cukup dekat hingga aku bisa merasakan sesuatu akan
kehadirannya. Hangat.
“...jadi seseorang bisa datang menghampirimu”
Astaga! Dia semakin
mendekat. Jantung berdegup tak karuan. Bagaimana ini? Di saat saat seperti ini
harus bilang apa ya?
Entah apa yang
kupikirkan saat itu, tapi saat bibirnya menyentuh bibirku, aku hanya diam dan
menutup mata.
Akhirnya untuk pertama
kali cinta pertamaku berakhir.
23.33 | | 0 Comments
Langganan:
Postingan (Atom)
Pages
Páginas vistas en total
Diberdayakan oleh Blogger.
Popular Posts
-
"Maaf soal sikapku kemarin. Do you have anything to say? 'Cause I do have, alot. " Aku rasa ini cukup. Singkat. Juga jela...
-
Sekarang tepat pukul 3.18 pagi dan aku masih menatap layar komputerku. Terjaga. Bahkan malam ini. Lagi dan lagi. Sebenarnya setiap malam...
-
"Jika kamu punya seseorang yang bisa kau beritahu tentang apapun. Kamu beruntung" Beberapa waktu yang lalu.. "...begitu...
-
Ini sulit sekali. Kamu pergi saja. Akan kuanggap mati. Atau kamu mau aku yang mati?
-
Kemarin, aku dan dia duduk berhadapan. Senja. Kopi. Atap. Kata. Serta tatap Mesr...
-
09.57 AM "Masih pagi" Pikirku. Malas. Aku kembali menenggelamkan kepalaku dengan bantal. Aku tidak punya rencana apapun hari i...
-
Memang benar kata orang Saat berada di atas kita lupa dari mana berasal Saat mendapatkan sesuatu, lekas meminta sesuatu yang lain Begitu ...
-
Belakangan ini aku kembali menonton Perahu Kertas. Entah sudah berapa kali kuputar. Sampai-sampai banyak dialognya yang diluar ...
-
Selamat Ulang Tahun! Mungkin kamu yang sekarang sudah berbeda. Mungkin kamu bukan lagi...
-
Aku memang menyukaimu Tapi, hanya sebatas itu Aku juga memperjuangkanmu Tapi lagi-lagi, hanya sebatas itu Selamanya Aku tetap tidak p...
About Me
- Unknown